Sabtu, 10 Desember 2016

Risk and Return pada Saham dan Obligasi



RISK AND RETURN

Investasi adalah suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa mendatang. Kita berinvestasi karena ingin meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, baik untuk disaat ini maupun di masa datang dengan cara membeli suatu asset yang diharapkan di masa yang akan datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi.
Secara garis besar ada dua jenis asset yang dapat digunakan sebagai sarana investasi yaitu:
1.      Real asset yaitu investasi yang dilakukan dalam asset-asset yang berwujud nyata seperti: emas, real estate dan karya seni.
2.      Financial asset yaitu investasi yang dilakukan pada sektor-sektor financial, seperti: deposito, saham, obligasi, reksadana.
Berinvestasi di financial asset bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu langsung dan tidak langsung. Langsung artinya investor membeli asset-asset keuangan perusahaan, tidak langsung membeli saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio asset-asset keuangan dari perusahaan lain.
Hal yang paling mendasar yang harus diketahui oleh seorang investor adalah adanya risiko yang selalu mengikuti return (trade off return and risk). Adapun pengertian masing-masing adalah :
Return atau disebut juga imbal hasil yaitu hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Return ini dapat berupa return realisasi/ imbal hasil yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang terjadi di masa mendatang. Return ini biasanya berupa bunga, capital gain dan dividen.
Risk adalah peluang dari tidak tercapainya salah satu tujuan investasi karena adanya ketidakpastian dari waktu ke waktu. Risiko ini ada 2 yaitu risiko sistematis (risiko pasar) dan risiko tidak sistematis (risiko yang timbul dari kebijakan perusahaan)
Antara Return dan Risk terdapat hubungan yang searah atau linier, artinya semakin besar risiko yang ditanggung semakin besar pula tingkat return yang diharapkan.

Proses Keputusan Investasi merupakan keputusan yang berkesinambungan (on going process) dengan tahap-tahap sbb :
Penentuan Tujuan berinvestasi
Dalam penentuan tujuan berinvestasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu jangka waktu investasi (pendek/panjang), berapa target return yang mau dicapai.

Penentuan Kebijakan Investasi
Investor harus mengerti karakter risiko (risk profile) masing- masing apakah seorang yang mau mengambil risiko atau menghindari risiko, berapa banyak dana yang akan diinvestasikan, fleksibilitas investor dalam waktu untuk memantau investasi, pengetahuan akan pasar modal.
Pemilihan strategi portofolio dan asset
Setelah mengetahui hal-hal pada point 1 dan 2 di atas maka kita dapat membentuk suatu portofolio yang diharapkan efisien dan optimal.
Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio
Mengukur kinerja portofolio yang telah dibentuk, apakah sudah sesuai dengan tujuan. Alat untuk mengukur kinerja portofolio ada 3 yang cukup populer yaitu Sharpe’s measures, Treynor’s measures dan Jensen measures.
Mengapa digunakan Return ?
Istilah Yield lebih sering digunakan pada obligasi karena hasil dari obligasi berbentuk uang tambahan yang tidak mengurangi nilai pokoknya. Dalam investasi saham, memang terkadang ada pembagian dividen, namun bagi yang sudah berpengalaman, tentu sudah tahu bahwa pendapatan utama dari saham dihasilkan dari kenaikan harga. Karena keuntungan bisa berasal dari pembagian dividen dan juga dari kenaikan harga, maka berkembang istilah Return yang artinya “Pengembalian”. Kata pengembalian mencakup seluruh pendapatan investasi yaitu dari dividen dan selisih kenaikan harga.
Metode Perhitungan Return
Perhitungan return cukup sederhana, yaitu dari Harga Jual – Harga Beli + Dividen kemudian hasilnya dibagi dengan Harga Beli. Misalkan suatu saham dibeli dengan harga Rp 10.000. Setahun kemudian harga saham naik menjadi Rp 15.000 dan investor menjualnya. Dalam periode tersebut saham juga sudah membagikan dividen sebesar Rp 1000 yang sudah dinikmati oleh investor. Sehingga perhitungan return adalah Rp 15.000 – Rp 10.000 + Rp 1000 = Rp 6000. Kemudian dibagi dengan Rp 10.000 = 60%. Jadi return dengan berinvestasi pada instrumen tersebut adalah sebesar 60%. Karena kesamaan karakteristik antara saham dengan reksa dana, maka istilah return juga sering digunakan dalam reksa dana.
Seiring dengan perkembangan ilmu investasi, mulai muncul banyak istilah return seperti Total Return, Compounded Return, Annualized Return, Return yang dihitung dengan rata-rata Aritmatik dan Return yang dihitung dengan rata-rata Geometric.

Sebenarnya istilah Return itu sama dengan Total Return. Kata Total menekankan pada keseluruhan namun secara prinsip sebetulnya sama. Namun ketika dibandingkan dengan Annualized Return atau Compounded Return istilah total return menjadi berbeda. Sebagai contoh saya berikan ilustrasi suatu reksa dana yang memiliki harga sebagai berikut:
  • Harga Akhir Tahun 2008 Rp 1000
  • Harga Akhir Tahun 2009 Rp 1200
  • Harga Akhir Tahun 2010 Rp 1500
  • Harga Akhir Tahun 2011 Rp 1725
  • Asumsi selama tahun2 tersebut tidak ada pembagian dividen.
Istilah Return atau Total Return digunakan ketika kita menanyakan,
  • Berapa total return tahun 2009 (Artinya beli di akhir 2008 jual di akhir 2009)
  • Berapa pula total return tahun 2010 dan 2011 ?
  • Berapa total return selama 3 tahun (beli di akhir 2008 dan jual di akhir 2011)?
Dengan menggunakan rumus return di atas maka diperoleh:
  • Return Tahun 2009 = Rp 1200 – Rp 1000 = Rp 200 dibagi Rp 1000 = 20%
  • Return Tahun 2010 = Rp 1500 – Rp 1200 = Rp 300 dibagi Rp 1200 = 25%
  • Return Tahun 2011 = Rp 1725 – Rp 1500 = Rp 225 dibagi Rp 1500 = 15%
  • Total Return selama 3 tahun = Rp 1725 – Rp 1000 = Rp 725 dibagi Rp 1000 = 72.5%
Menghitung Rata-rata Return
Pertanyaan selanjutnya, adalah bagaimana menghitung rata-rata return per tahun? Dari sini kemudian berkembanglah 2 cara yaitu Arithmetic Mean dan Geometric Mean.
Metode Arithmetic Mean atau dalam bahasa Indonesia disebut Rata-rata Return Aritmatik atau Rata-rata Return Biasa menggunakan cara yang sederhana yaitu dengan membagi total return tersebut dengan jumlah tahunnya. Dengan menggunakan contoh di atas dimana:
  • Return Tahun 2009 = 20%
  • Return Tahun 2010 = 25%
  • Return Tahun 2011 = 15%
  • Return 2008 – 2011 = 72.5%
Maka perhitungan Annualized Return dengan cara Rata-rata Aritmatik bisa dilakukan dengan cara:
  • 20% + 25% + 15% = 60% kemudian hasilnya dibagi 3 karena tiga tahun menjadi 20% per tahun
Geometric Mean atau Rata-rata Return Geometrik dengan menggunakan data di atas dihitung dengan cara
  • (1+20%) x (1+25%) x (1+15%) Hasilnya kemudian di akar pangkat 3 (sesuai jumlah tahun) kemudian hasilnya dikurangi 1. Hasil yang diperoleh adalah 19.9305%
Bagi investor yang awam, ketika melihat harga beli 1000, harga jual 1725, periode 3 tahun, untuk menghitung rata-rata return digunakanlah logika sebagai berikut:
  • langsung Total Return selama 3 tahun yaitu 72.5% dibagi dengan 3 sehingga diperoleh 24.1667% per tahun
Karena ada 3 angka dengan hasil yang berbeda, pertanyaan tentu manakah angka yang paling benar:
  • Arithmetic Mean = 20% ?
  • Geometric Mean = 19.9305% ?
  • Atau Logika = 24.2667% ?
Untuk mengetahui hal tersebut digunakanlah pembuktian dengan menggunakan metode bunga berbunga (compounding)
Dari tabel di atas, dengan menggunakan contoh AM (Arithmetic Mean) kita bisa melihat bahwa nilai Rp 1000 dibungakan 20% akan menjadi Rp 1200 pada tahun selanjutnya. Rp 1200 dibungakan 20% lagi akan menjadi 1440, dan kemudian dibungakan lagi 20% menjadi Rp 1728. Dari contoh soal di atas diperoleh fakta bahwa pada akhir 2011, NAB/Up reksa dana adalah 1725. Dengan menggunakan cara yang sama pada Geometric Mean dan  rata-rata yang dihitung dengan menggunakan Logika, hasil yang sama persis dengan angka 1725 adalah dengan Geometric Mean (Tampilan di atas ada koma karena saya menggunakan pembulatan, jika digunakan semua angka akan sama persis) yaitu 19.9305%.
Sementara perhitungan dengan cara logika sudah jelas salah karena akan menghasilkan angka yang jauh lebih besar dari seharusnya. Bahkan tidak ada nama ilmiah untuk cara ini.
Karena hasil Geometric Mean per tahun yang sama persis dengan Total Return selama 3 tahun, maka Geometric Mean juga disebut sebagai Annualized Return (Return yang Disetahunkan) atau sering juga disebut Compounded Return (karena jika bunga ber bunga, maka hasilnya sama dengan Total Returnnya).
Apakah hal ini berarti Arithmetic Mean yang digunakan salah? Tidak juga, perhitungan rata-rata AM digunakan pada analisa statistika lebih lanjut seperti pada perhitungan standar deviasi dan lainnya, Namun AM tidak tepat digunakan dalam menampilkan kinerja historis suatu produk investasi karena lebih besar dari seharusnya. Tampilan kinerja historis yang disetahunkan harus selalu memperhitungkan faktor bunga berbunga. Pada perhitungan di atas, selisih memang tidak jauh, namun jika digunakan periode yang lebih panjang, selisihnya bisa menjadi besar sekali.


Bagaimana Praktek Tingkat Return Di atas?
Dengan menggunakan contoh, Return Panin Dana Maksima selama 5 tahun adalah 244.24% (Total Return) adalah sama dengan 28.01% (Annualized Return / Geometric Mean menurut Bloomberg). Sebenarnya saya agak aneh dengan website bloomberg, karena jika dihitung secara matematis, angka yang paling precise adalah 28.05%, namun ini mungkin saja disebabkan karena perbedaan pembulatan atau sistem yang digunakan.
Total Return lebih familiar bagi investor Indonesia dan investor awam karena dengan mudah menggambarkan tingkat pengembalian historis dalam jangka panjang. Misalkan return 5 tahun 200%, artinya jika kita menginvestasikan uang Rp 1 juta 5 tahun yang lalu, maka sekarang sudah menghasilkan keuntungan Rp 2 juta. Sementara istilah Annualized Return lebih sering digunakan investor asing atau investor yang lebih sophisticated. Hal ini tidak terlepas, bahwa baik buruknya kinerja tidak hanya digambarkan dengan return saja namun juga oleh volatilitas dan perbandingan terhadap risk free. Dalam prakteknya Volatilitas (Standar Deviasi) dan Risk Free dinyatakan dalam tahunan sehingga tingkat return juga disetahunkan. Sebagai investor, cukup gunakan Total Return, namun sebagai akademisi / researcher, saran saya gunakan Annualized Return.
Demikian artikel kali ini, semoga bermanfaat bagi anda. Oh ya, sebagai informasi, salah satu resolusi saya tahun ini adalah mencoba melakukan kultwit tahun ini secara berkala. Semoga niat ini kesampaian dan bisa memberikan manfaat bagi anda semua.
Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Memasuki Chinese New Year 2013, bursa Indonesia disambut dengan kabar positif dengan IHSG yang memecah rekor baru. Per hari ini, IHSG sudah mencapai 4498.98 atau hanya cukup satu koma sekian poin lagi sudah mencapai 4500. Mudah2an tren yang bagus ini bisa terus bertahan hingga akhir tahun.
Bagi anda yang sudah investasi di reksa dana selama bertahun-tahun, tentu tahu bahwa tidak ada pesta yang tidak pernah berakhir. Tidak pernah dalam sejarah ada IHSG yang naik terus menerus, sama pula kalaupun turun, tidak pernah turun selamanya. Jika naik, secara sederhana kita sebut dengan Return, dan jika turun, maka secara sederhana disebut dengan Risk (Risiko). Pada tulisan-tulisan sebelumnya kita sudah mempelajari tentang return dan berbagai variasinya. Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari tentang risiko.
Ada macam-macam risiko. Jika anda membaca prospektus reksa dana, risiko-risiko reksa dana antara lain:
  • Risiko Perubahan Kondisi Ekonomi dan Politik
  • Risiko Berkurangnya Nilai Aktiva Bersih
  • Risiko Likuiditas
  • Risiko Wanprestasi
  • Risiko Kurs
  • Risiko berubahnya Peraturan Perpajakan
Jika anda belajar tentang Manajemen Keuangan atau Investasi, maka anda akan belajar bahwa ada 2 macam risiko yaitu:
  • Risiko Sistematik
  • Risiko Tidak Sistematik
Seiring dengan berkembangnya zaman, kompleksitas produk keuangan, loophole2 dalam peraturan-peraturan yang bisa dimanfaatkan, berkembang lagi macam-macam risiko diluar risiko seperti yang saya sebutkan di atas. Memang tidak ada habisnya yang namanya risiko, makanya sampai ada sertifikasi khusus yang mempelajari risiko yang disebut dengan Financial Risk Manager atau sering disebut dengan FRM. Ada beberapa lembaga kursus di Jakarta yang menyelenggarakan kursus tentang hal ini jika anda ingin mempelajari lebih jauh.
Dalam hal investasi reksa dana, saya sendiri membagi risiko menjadi 2 yaitu:
  • Risiko yang tidak bisa dikuantifikasi (Unquantified Risk)
  • Risiko yang bisa dikuantifikasi (Quantified Risk)
Unquantified risk menurut saya, merupakan risiko terbesar yang dihadapi oleh investor. Karena kejadiannya tidak sering, namun sekali terjadi akibatnya besar dan biasanya membuat orang-orang menjadi kehilangan kepercayaan terhadap investasi ini. Contohnya:
  • Risiko karena tenaga penjual memberikan penjelasan yang kurang lengkap atau menyesatkan.
Penjelasan yang kurang lengkap atau bahkan menyesatkan terkadang bisa mengurungkan niat orang berinvestasi. Ataupun jika sudah berinvestasi dan merasa tertipu (misalnya dijanjikan tidak akan rugi, namun baru beli 1 minggu turun 3%). Terkadang bukan masalah nominal uangnya, akan tetapi perasaan tertipu dan sebelnya bisa membuat investor menjadi anti terhadap reksa dana dalam jangka waktu yang panjang. Kepada semua agen penjual harap hal ini diperhatikan karena untuk kebaikan bersama juga. Kalaupun akhirnya calon nasabah tidak jadi berinvestasi, setidaknya anda akan tetap mendapat apresiasi dan bahkan mungkin “teman” serta rekomendasi ke teman2nya yang lain meskipun dia sendiri tidak membelinya karena paham bahwa dia tidak bisa menerima risiko investasi tersebut.
  • Risiko administrasi dan operasional
Semakin besar perusahaan, administrasi dan pembukuannya harus semakin baik demikian juga dengan kegiatan operasionalnya. Risiko karena “lupa diproses”, “terlambat diproses”, “Email / Faks tidak diterima”, “Tidak Melakukan Konfirmasi Ulang”, “Pengiriman Surat Konfirmasi Yang terlambat atau tidak kunjung sampai”, dan risiko operasional lainnya apabila tidak ditanggapi dengan baik akan menyebabkan investor tidak mau berurusan dengan agen penjual / Manajer Investasi yang bersangkutan dan bagi Manajer Investasi terkadang bisa menyebabkan hilangnya nasabah potensial. Risiko ini bisa diminimalisir dengan memilih Manajer Investasi yang infrastruktur dan jaringannya sangat mumpuni.
  • Risiko Keterbukaan
Naik turunnya harga saham dan obligasi adalah hal yang biasa bagi Manajer Investasi. Selalu ada hal yang bisa menyebabkan hal tersebut. Namun “turunnya” harga saham dan obligasi tentu bukan hal yang biasa bagi investor secara keseluruhan. Ada yang bisa menerima risiko itu secara baik, ada pula yang tidak. Apalagi jika penurunan terjadi cukup signifikan dan berlangsung untuk waktu yang cukup lama. Investor tentu bertanya-tanya, apa yang menyebabkan penurunan ini, sampai kapan penurunan ini akan terus terjadi, dan apa yang sebaiknya dilakukan. Dalam kondisi demikian, keterbukaan menjadi hal yang amat penting. Manajer Investasi perlu menjelaskan baik secara langsung ataupun via Agen Penjual bahwa kondisi yang terjadi seperti apa dan apa strategi investasi yang dijalankan oleh Manajer Investasi dalam situasi tersebut. Mungkin saja jawaban yang diberikan oleh Manajer Investasi tidak dimengerti atau diterima oleh semua investor, namun saya yakin keterbukaan merupakan kunci dalam membangun suatu hubungan jangka panjang berkesinambungan.
Pada prakteknya, untuk meminimalkan risiko keterbukaan sehingga terjalin trust antara Manajer Investasi dengan Investor gampang-gampang susah. Dengan nasabah yang semakin banyak dan tersebar di seluruh Indonesia, jika harus keliling dari satu daerah ke daerah lain atau mengumpulkan nasabah dalam gathering jika benar2 dilakukan maka tidak ada lagi waktu bagi Manajer Investasi untuk berkonsentrasi mengelola portofolio investasinya. Jika memang hal tersebut mampu dilakukan, mungkin saja nasabah dari Manajer Investasi tersebut masih belum terlalu banyak. Sehingga dalam hal ini, jaringan dan kualitas agen penjual menjadi kunci utama. Agen penjual yang berkualitas dan dalam jumlah yang banyak akan mampu menggantikan Manajer Investasi untuk memberikan penjelasan kepada investor dan pada akhirnya mengurangi risiko kehilangan nasabah karena kurangnya keterbukaan tersebut.
  • Risiko Konflik Kepentingan dan Moral Hazard.
Sebagai Manajer Investasi, tentu secara personal ada kemungkinan yang sangat besar dimana dia juga berinvestasi pada saham. Saham yang dia beli bisa sama dengan portofolio reksa dana yang dikelola, bisa juga berbeda. Secara etika, sebagai Manajer Investasi, dia harus menjunjung tinggi integritas dan mengedepankan kepentingan reksa dana dibandingkan kepentingan pribadi. Sebagai contoh, misalnya dia yakin harga suatu saham akan turun. Kebetulan saham tersebut ada dalam portofolio reksa dana yang dikelola dan portofolio pribadi dia, Maka jika dia akan menjual saham tersebut, maka seharusnya dia menjual dulu saham di portofolio reksa dana baru kemudian saham di portofolio pribadinya. Pelanggaran etika terjadi ketika dia lebih mengutamakan penjualan portofolio pribadi dibandingkan reksa dana atau bahkan lebih berat lagi pelanggarannya jika dia menggunakan uang di reksa dana untuk membeli saham yang dia miliki di harga yang di atas harga pasar untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Di luar negeri, jika anda memperhatikan riset yang dikeluarkan atau ketika seorang analis / Manajer Investasi sedang membicarakan prospek saham tertentu di CNBC atau Bloomberg, biasanya layar akan berpindah sebentar yang menunjukkan disclosure. Intinya, apakah analis / manajer investasi yang bersangkutan memiliki saham tersebut baik dalam portofolio pribadi, portofolio reksa dana atau apakah bisnis di perusahaan dia bekerja memiliki konflik kepentingan dengan perusahaan tersebut. Dengan demikian, investor bisa mengetahui apakah ada konflik kepentingan dari rekomendasi yang dia katakan.
Yang perlu diperhatikan investor terkait risiko ini, adalah jika Manajer Investasi memiliki saham dalam portofolio pribadi yang sama dengan reksa dana bukanlah suatu pelanggaran. Namun menjadi pelanggaran etika apabila dia mendahulukan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan reksa dana, atau melakukan praktek yang merugikan pemegang unit penyertaan reksa dana.
Bisnis reksa dana = bisnis kepercayaan
Berapapun tingginya angka return yang dihasilkan oleh Manajer Investasi,  jika secara operasional, administrasi dan keterbukaan masih ambaradul saya yakin masih sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari investor, terutama investor besar yang sudah sophisticated. Sayangnya, risiko di atas seperti judulnya unquantifed, artinya tidak bisa dihitung secara numerik dan disajikan dalam bentuk angka yang bisa dibandingkan antara reksa dana / Manajer Investasi yang satu dengan yang lainnya. Bisa saja Manajer Investasi atau Reksa Dana menerbitkan suatu angka tersendiri, namun tentu tidak akan sinkron karena standar yang digunakan bisa berbeda dengan Manajer Investasi yang lain. Tentunya Manajer Investasi akan menampilkan angka yang menguntungkan bagi dirinya. Dalam ranah Manajemen perusahaan, menurut saya istilah yang paling dekat dengan Unquantified Risk adalah Good Corporate Governance.