RISK AND RETURN
Investasi
adalah suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa
mendatang. Kita berinvestasi karena ingin meningkatkan kesejahteraan.
Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, baik untuk disaat ini
maupun di masa datang dengan cara membeli suatu asset yang diharapkan di masa
yang akan datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi.
Secara
garis besar ada dua jenis asset yang dapat digunakan sebagai sarana
investasi yaitu:
1.
Real asset yaitu investasi yang
dilakukan dalam asset-asset yang berwujud nyata seperti: emas, real estate dan
karya seni.
2.
Financial asset yaitu investasi yang
dilakukan pada sektor-sektor financial, seperti: deposito, saham, obligasi,
reksadana.
Berinvestasi
di financial asset bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu langsung dan tidak
langsung. Langsung artinya investor membeli asset-asset keuangan perusahaan,
tidak langsung membeli saham dari perusahaan investasi yang mempunyai
portofolio asset-asset keuangan dari perusahaan lain.
Hal
yang paling mendasar yang harus diketahui oleh seorang investor adalah adanya
risiko yang selalu mengikuti return (trade off return and risk). Adapun
pengertian masing-masing adalah :
Return
atau disebut juga imbal hasil yaitu hasil yang diperoleh dari suatu investasi.
Return ini dapat berupa return realisasi/ imbal hasil yang sudah terjadi atau
return ekspektasi yang terjadi di masa mendatang. Return ini biasanya berupa
bunga, capital gain dan dividen.
Risk adalah peluang dari tidak tercapainya salah satu tujuan investasi karena adanya ketidakpastian dari waktu ke waktu. Risiko ini ada 2 yaitu risiko sistematis (risiko pasar) dan risiko tidak sistematis (risiko yang timbul dari kebijakan perusahaan)
Antara Return dan Risk terdapat hubungan yang searah atau linier, artinya semakin besar risiko yang ditanggung semakin besar pula tingkat return yang diharapkan.
Risk adalah peluang dari tidak tercapainya salah satu tujuan investasi karena adanya ketidakpastian dari waktu ke waktu. Risiko ini ada 2 yaitu risiko sistematis (risiko pasar) dan risiko tidak sistematis (risiko yang timbul dari kebijakan perusahaan)
Antara Return dan Risk terdapat hubungan yang searah atau linier, artinya semakin besar risiko yang ditanggung semakin besar pula tingkat return yang diharapkan.
Proses
Keputusan Investasi merupakan keputusan yang berkesinambungan (on going
process) dengan tahap-tahap sbb :
Penentuan
Tujuan berinvestasi
Dalam penentuan tujuan berinvestasi
ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu jangka waktu investasi
(pendek/panjang), berapa target return yang mau dicapai.
Penentuan
Kebijakan Investasi
Investor harus mengerti karakter risiko (risk profile) masing- masing apakah seorang yang mau mengambil risiko atau menghindari risiko, berapa banyak dana yang akan diinvestasikan, fleksibilitas investor dalam waktu untuk memantau investasi, pengetahuan akan pasar modal.
Pemilihan strategi portofolio dan asset
Setelah mengetahui hal-hal pada point 1 dan 2 di atas maka kita dapat membentuk suatu portofolio yang diharapkan efisien dan optimal.
Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio
Mengukur kinerja portofolio yang telah dibentuk, apakah sudah sesuai dengan tujuan. Alat untuk mengukur kinerja portofolio ada 3 yang cukup populer yaitu Sharpe’s measures, Treynor’s measures dan Jensen measures.
Mengapa digunakan Return ?
Investor harus mengerti karakter risiko (risk profile) masing- masing apakah seorang yang mau mengambil risiko atau menghindari risiko, berapa banyak dana yang akan diinvestasikan, fleksibilitas investor dalam waktu untuk memantau investasi, pengetahuan akan pasar modal.
Pemilihan strategi portofolio dan asset
Setelah mengetahui hal-hal pada point 1 dan 2 di atas maka kita dapat membentuk suatu portofolio yang diharapkan efisien dan optimal.
Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio
Mengukur kinerja portofolio yang telah dibentuk, apakah sudah sesuai dengan tujuan. Alat untuk mengukur kinerja portofolio ada 3 yang cukup populer yaitu Sharpe’s measures, Treynor’s measures dan Jensen measures.
Mengapa digunakan Return ?
Istilah
Yield lebih sering digunakan pada obligasi karena hasil dari obligasi berbentuk
uang tambahan yang tidak mengurangi nilai pokoknya. Dalam investasi saham,
memang terkadang ada pembagian dividen, namun bagi yang sudah berpengalaman,
tentu sudah tahu bahwa pendapatan utama dari saham dihasilkan dari kenaikan
harga. Karena keuntungan bisa berasal dari pembagian dividen dan juga dari
kenaikan harga, maka berkembang istilah Return yang artinya “Pengembalian”. Kata
pengembalian mencakup seluruh pendapatan investasi yaitu dari dividen dan
selisih kenaikan harga.
Metode
Perhitungan Return
Perhitungan
return cukup sederhana, yaitu dari Harga Jual – Harga Beli + Dividen kemudian
hasilnya dibagi dengan Harga Beli. Misalkan suatu saham dibeli dengan harga Rp
10.000. Setahun kemudian harga saham naik menjadi Rp 15.000 dan investor
menjualnya. Dalam periode tersebut saham juga sudah membagikan dividen sebesar
Rp 1000 yang sudah dinikmati oleh investor. Sehingga perhitungan return adalah
Rp 15.000 – Rp 10.000 + Rp 1000 = Rp 6000. Kemudian dibagi dengan Rp 10.000 =
60%. Jadi return dengan berinvestasi pada instrumen tersebut adalah sebesar
60%. Karena kesamaan karakteristik antara saham dengan reksa dana, maka istilah
return juga sering digunakan dalam reksa dana.
Seiring
dengan perkembangan ilmu investasi, mulai muncul banyak istilah return seperti
Total Return, Compounded Return, Annualized Return, Return yang dihitung dengan
rata-rata Aritmatik dan Return yang dihitung dengan rata-rata Geometric.
Sebenarnya
istilah Return itu sama dengan Total Return. Kata Total
menekankan pada keseluruhan namun secara prinsip sebetulnya sama. Namun ketika
dibandingkan dengan Annualized Return atau Compounded Return istilah
total return menjadi berbeda. Sebagai contoh saya berikan ilustrasi suatu reksa
dana yang memiliki harga sebagai berikut:
- Harga Akhir Tahun 2008 Rp 1000
- Harga Akhir Tahun 2009 Rp 1200
- Harga Akhir Tahun 2010 Rp 1500
- Harga Akhir Tahun 2011 Rp 1725
- Asumsi selama tahun2 tersebut tidak ada pembagian dividen.
Istilah
Return atau Total Return digunakan ketika kita menanyakan,
- Berapa total return tahun 2009 (Artinya beli di akhir 2008 jual di akhir 2009)
- Berapa pula total return tahun 2010 dan 2011 ?
- Berapa total return selama 3 tahun (beli di akhir 2008 dan jual di akhir 2011)?
Dengan
menggunakan rumus return di atas maka diperoleh:
- Return Tahun 2009 = Rp 1200 – Rp 1000 = Rp 200 dibagi Rp 1000 = 20%
- Return Tahun 2010 = Rp 1500 – Rp 1200 = Rp 300 dibagi Rp 1200 = 25%
- Return Tahun 2011 = Rp 1725 – Rp 1500 = Rp 225 dibagi Rp 1500 = 15%
- Total Return selama 3 tahun = Rp 1725 – Rp 1000 = Rp 725 dibagi Rp 1000 = 72.5%
Menghitung
Rata-rata Return
Pertanyaan
selanjutnya, adalah bagaimana menghitung rata-rata return per tahun? Dari sini
kemudian berkembanglah 2 cara yaitu Arithmetic Mean dan Geometric Mean.
Metode
Arithmetic Mean atau dalam bahasa Indonesia disebut Rata-rata Return Aritmatik
atau Rata-rata Return Biasa menggunakan cara yang sederhana yaitu dengan
membagi total return tersebut dengan jumlah tahunnya. Dengan menggunakan contoh
di atas dimana:
- Return Tahun 2009 = 20%
- Return Tahun 2010 = 25%
- Return Tahun 2011 = 15%
- Return 2008 – 2011 = 72.5%
Maka
perhitungan Annualized Return dengan cara Rata-rata Aritmatik bisa dilakukan
dengan cara:
- 20% + 25% + 15% = 60% kemudian hasilnya dibagi 3 karena tiga tahun menjadi 20% per tahun
Geometric
Mean atau Rata-rata Return Geometrik dengan menggunakan data di atas dihitung
dengan cara
- (1+20%) x (1+25%) x (1+15%) Hasilnya kemudian di akar pangkat 3 (sesuai jumlah tahun) kemudian hasilnya dikurangi 1. Hasil yang diperoleh adalah 19.9305%
Bagi
investor yang awam, ketika melihat harga beli 1000, harga jual 1725, periode 3
tahun, untuk menghitung rata-rata return digunakanlah logika sebagai berikut:
- langsung Total Return selama 3 tahun yaitu 72.5% dibagi dengan 3 sehingga diperoleh 24.1667% per tahun
Karena
ada 3 angka dengan hasil yang berbeda, pertanyaan tentu manakah angka yang
paling benar:
- Arithmetic Mean = 20% ?
- Geometric Mean = 19.9305% ?
- Atau Logika = 24.2667% ?
Untuk
mengetahui hal tersebut digunakanlah pembuktian dengan menggunakan metode bunga
berbunga (compounding)
Dari
tabel di atas, dengan menggunakan contoh AM (Arithmetic Mean) kita bisa melihat
bahwa nilai Rp 1000 dibungakan 20% akan menjadi Rp 1200 pada tahun selanjutnya.
Rp 1200 dibungakan 20% lagi akan menjadi 1440, dan kemudian dibungakan lagi 20%
menjadi Rp 1728. Dari contoh soal di atas diperoleh fakta bahwa pada akhir
2011, NAB/Up reksa dana adalah 1725. Dengan menggunakan cara yang sama pada
Geometric Mean dan rata-rata yang dihitung dengan menggunakan Logika,
hasil yang sama persis dengan angka 1725 adalah dengan Geometric Mean (Tampilan
di atas ada koma karena saya menggunakan pembulatan, jika digunakan semua angka
akan sama persis) yaitu 19.9305%.
Sementara
perhitungan dengan cara logika sudah jelas salah karena akan menghasilkan angka
yang jauh lebih besar dari seharusnya. Bahkan tidak ada nama ilmiah untuk cara
ini.
Karena
hasil Geometric Mean per tahun yang sama persis dengan Total Return selama 3
tahun, maka Geometric Mean juga disebut sebagai Annualized Return (Return yang
Disetahunkan) atau sering juga disebut Compounded Return (karena jika bunga ber
bunga, maka hasilnya sama dengan Total Returnnya).
Apakah
hal ini berarti Arithmetic Mean yang digunakan salah? Tidak juga, perhitungan
rata-rata AM digunakan pada analisa statistika lebih lanjut seperti pada
perhitungan standar deviasi dan lainnya, Namun AM tidak tepat digunakan dalam
menampilkan kinerja historis suatu produk investasi karena lebih besar dari
seharusnya. Tampilan kinerja historis yang disetahunkan harus selalu
memperhitungkan faktor bunga berbunga. Pada perhitungan di atas, selisih memang
tidak jauh, namun jika digunakan periode yang lebih panjang, selisihnya bisa
menjadi besar sekali.
Bagaimana
Praktek Tingkat Return Di atas?
Dengan
menggunakan contoh, Return Panin Dana Maksima selama 5 tahun adalah 244.24%
(Total Return) adalah sama dengan 28.01% (Annualized Return / Geometric Mean
menurut Bloomberg). Sebenarnya saya agak aneh dengan website bloomberg, karena
jika dihitung secara matematis, angka yang paling precise adalah 28.05%,
namun ini mungkin saja disebabkan karena perbedaan pembulatan atau sistem yang
digunakan.
Total
Return lebih familiar bagi investor Indonesia dan investor awam karena dengan
mudah menggambarkan tingkat pengembalian historis dalam jangka panjang.
Misalkan return 5 tahun 200%, artinya jika kita menginvestasikan uang Rp 1 juta
5 tahun yang lalu, maka sekarang sudah menghasilkan keuntungan Rp 2 juta.
Sementara istilah Annualized Return lebih sering digunakan investor asing atau
investor yang lebih sophisticated. Hal ini tidak terlepas, bahwa baik buruknya
kinerja tidak hanya digambarkan dengan return saja namun juga oleh volatilitas
dan perbandingan terhadap risk free. Dalam prakteknya Volatilitas (Standar
Deviasi) dan Risk Free dinyatakan dalam tahunan sehingga tingkat return juga
disetahunkan. Sebagai investor, cukup gunakan Total Return, namun sebagai
akademisi / researcher, saran saya gunakan Annualized Return.
Demikian
artikel kali ini, semoga bermanfaat bagi anda. Oh ya, sebagai informasi, salah
satu resolusi saya tahun ini adalah mencoba melakukan kultwit tahun ini secara
berkala. Semoga niat ini kesampaian dan bisa memberikan manfaat bagi anda
semua.
Penyebutan
produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian
bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu.
Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini
penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada
masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar
merupakan opini pribadi.
Memasuki
Chinese New Year 2013, bursa Indonesia disambut dengan kabar positif dengan
IHSG yang memecah rekor baru. Per hari ini, IHSG sudah mencapai 4498.98 atau
hanya cukup satu koma sekian poin lagi sudah mencapai 4500. Mudah2an tren yang
bagus ini bisa terus bertahan hingga akhir tahun.
Bagi
anda yang sudah investasi di reksa dana selama bertahun-tahun, tentu tahu bahwa
tidak ada pesta yang tidak pernah berakhir. Tidak pernah dalam sejarah ada IHSG
yang naik terus menerus, sama pula kalaupun turun, tidak pernah turun
selamanya. Jika naik, secara sederhana kita sebut dengan Return, dan jika
turun, maka secara sederhana disebut dengan Risk (Risiko). Pada tulisan-tulisan
sebelumnya kita sudah mempelajari tentang return dan berbagai variasinya. Pada
kesempatan kali ini kita akan mempelajari tentang risiko.
Ada
macam-macam risiko. Jika anda membaca prospektus reksa dana, risiko-risiko
reksa dana antara lain:
- Risiko Perubahan Kondisi Ekonomi dan Politik
- Risiko Berkurangnya Nilai Aktiva Bersih
- Risiko Likuiditas
- Risiko Wanprestasi
- Risiko Kurs
- Risiko berubahnya Peraturan Perpajakan
Jika
anda belajar tentang Manajemen Keuangan atau Investasi, maka anda akan belajar
bahwa ada 2 macam risiko yaitu:
- Risiko Sistematik
- Risiko Tidak Sistematik
Seiring
dengan berkembangnya zaman, kompleksitas produk keuangan, loophole2 dalam
peraturan-peraturan yang bisa dimanfaatkan, berkembang lagi macam-macam risiko
diluar risiko seperti yang saya sebutkan di atas. Memang tidak ada habisnya
yang namanya risiko, makanya sampai ada sertifikasi khusus yang mempelajari
risiko yang disebut dengan Financial Risk Manager atau sering disebut dengan
FRM. Ada beberapa lembaga kursus di Jakarta yang menyelenggarakan kursus
tentang hal ini jika anda ingin mempelajari lebih jauh.
Dalam
hal investasi reksa dana, saya sendiri membagi risiko menjadi 2 yaitu:
- Risiko yang tidak bisa dikuantifikasi (Unquantified Risk)
- Risiko yang bisa dikuantifikasi (Quantified Risk)
Unquantified
risk menurut saya, merupakan risiko
terbesar yang dihadapi oleh investor. Karena kejadiannya tidak sering, namun
sekali terjadi akibatnya besar dan biasanya membuat orang-orang menjadi
kehilangan kepercayaan terhadap investasi ini. Contohnya:
- Risiko karena tenaga penjual memberikan penjelasan yang kurang lengkap atau menyesatkan.
Penjelasan
yang kurang lengkap atau bahkan menyesatkan terkadang bisa mengurungkan niat
orang berinvestasi. Ataupun jika sudah berinvestasi dan merasa tertipu
(misalnya dijanjikan tidak akan rugi, namun baru beli 1 minggu turun 3%).
Terkadang bukan masalah nominal uangnya, akan tetapi perasaan tertipu dan
sebelnya bisa membuat investor menjadi anti terhadap reksa dana dalam jangka
waktu yang panjang. Kepada semua agen penjual harap hal ini diperhatikan karena
untuk kebaikan bersama juga. Kalaupun akhirnya calon nasabah tidak jadi
berinvestasi, setidaknya anda akan tetap mendapat apresiasi dan bahkan mungkin
“teman” serta rekomendasi ke teman2nya yang lain meskipun dia sendiri tidak
membelinya karena paham bahwa dia tidak bisa menerima risiko investasi
tersebut.
- Risiko administrasi dan operasional
Semakin
besar perusahaan, administrasi dan pembukuannya harus semakin baik demikian
juga dengan kegiatan operasionalnya. Risiko karena “lupa diproses”, “terlambat
diproses”, “Email / Faks tidak diterima”, “Tidak Melakukan Konfirmasi Ulang”,
“Pengiriman Surat Konfirmasi Yang terlambat atau tidak kunjung sampai”, dan
risiko operasional lainnya apabila tidak ditanggapi dengan baik akan
menyebabkan investor tidak mau berurusan dengan agen penjual / Manajer
Investasi yang bersangkutan dan bagi Manajer Investasi terkadang bisa
menyebabkan hilangnya nasabah potensial. Risiko ini bisa diminimalisir dengan
memilih Manajer Investasi yang infrastruktur dan jaringannya sangat mumpuni.
- Risiko Keterbukaan
Naik
turunnya harga saham dan obligasi adalah hal yang biasa bagi Manajer Investasi.
Selalu ada hal yang bisa menyebabkan hal tersebut. Namun “turunnya” harga saham
dan obligasi tentu bukan hal yang biasa bagi investor secara keseluruhan. Ada
yang bisa menerima risiko itu secara baik, ada pula yang tidak. Apalagi jika
penurunan terjadi cukup signifikan dan berlangsung untuk waktu yang cukup lama.
Investor tentu bertanya-tanya, apa yang menyebabkan penurunan ini, sampai kapan
penurunan ini akan terus terjadi, dan apa yang sebaiknya dilakukan. Dalam
kondisi demikian, keterbukaan menjadi hal yang amat penting. Manajer Investasi
perlu menjelaskan baik secara langsung ataupun via Agen Penjual bahwa kondisi
yang terjadi seperti apa dan apa strategi investasi yang dijalankan oleh
Manajer Investasi dalam situasi tersebut. Mungkin saja jawaban yang diberikan
oleh Manajer Investasi tidak dimengerti atau diterima oleh semua investor,
namun saya yakin keterbukaan merupakan kunci dalam membangun suatu hubungan
jangka panjang berkesinambungan.
Pada
prakteknya, untuk meminimalkan risiko keterbukaan sehingga terjalin trust
antara Manajer Investasi dengan Investor gampang-gampang susah. Dengan nasabah
yang semakin banyak dan tersebar di seluruh Indonesia, jika harus keliling dari
satu daerah ke daerah lain atau mengumpulkan nasabah dalam gathering jika
benar2 dilakukan maka tidak ada lagi waktu bagi Manajer Investasi untuk
berkonsentrasi mengelola portofolio investasinya. Jika memang hal tersebut
mampu dilakukan, mungkin saja nasabah dari Manajer Investasi tersebut masih
belum terlalu banyak. Sehingga dalam hal ini, jaringan dan kualitas agen
penjual menjadi kunci utama. Agen penjual yang berkualitas dan dalam jumlah
yang banyak akan mampu menggantikan Manajer Investasi untuk memberikan
penjelasan kepada investor dan pada akhirnya mengurangi risiko kehilangan
nasabah karena kurangnya keterbukaan tersebut.
- Risiko Konflik Kepentingan dan Moral Hazard.
Sebagai
Manajer Investasi, tentu secara personal ada kemungkinan yang sangat besar
dimana dia juga berinvestasi pada saham. Saham yang dia beli bisa sama dengan
portofolio reksa dana yang dikelola, bisa juga berbeda. Secara etika, sebagai
Manajer Investasi, dia harus menjunjung tinggi integritas dan mengedepankan
kepentingan reksa dana dibandingkan kepentingan pribadi. Sebagai contoh,
misalnya dia yakin harga suatu saham akan turun. Kebetulan saham tersebut ada
dalam portofolio reksa dana yang dikelola dan portofolio pribadi dia, Maka jika
dia akan menjual saham tersebut, maka seharusnya dia menjual dulu saham di
portofolio reksa dana baru kemudian saham di portofolio pribadinya. Pelanggaran
etika terjadi ketika dia lebih mengutamakan penjualan portofolio pribadi
dibandingkan reksa dana atau bahkan lebih berat lagi pelanggarannya jika dia
menggunakan uang di reksa dana untuk membeli saham yang dia miliki di harga
yang di atas harga pasar untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Di
luar negeri, jika anda memperhatikan riset yang dikeluarkan atau ketika seorang
analis / Manajer Investasi sedang membicarakan prospek saham tertentu di CNBC
atau Bloomberg, biasanya layar akan berpindah sebentar yang menunjukkan
disclosure. Intinya, apakah analis / manajer investasi yang bersangkutan
memiliki saham tersebut baik dalam portofolio pribadi, portofolio reksa dana
atau apakah bisnis di perusahaan dia bekerja memiliki konflik kepentingan
dengan perusahaan tersebut. Dengan demikian, investor bisa mengetahui apakah
ada konflik kepentingan dari rekomendasi yang dia katakan.
Yang
perlu diperhatikan investor terkait risiko ini, adalah jika Manajer Investasi
memiliki saham dalam portofolio pribadi yang sama dengan reksa dana bukanlah
suatu pelanggaran. Namun menjadi pelanggaran etika apabila dia mendahulukan
kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan reksa dana, atau melakukan praktek
yang merugikan pemegang unit penyertaan reksa dana.
Bisnis
reksa dana = bisnis kepercayaan
Berapapun
tingginya angka return yang dihasilkan oleh Manajer Investasi, jika
secara operasional, administrasi dan keterbukaan masih ambaradul saya yakin
masih sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari investor, terutama investor
besar yang sudah sophisticated. Sayangnya, risiko di atas seperti judulnya unquantifed,
artinya tidak bisa dihitung secara numerik dan disajikan dalam bentuk angka
yang bisa dibandingkan antara reksa dana / Manajer Investasi yang satu dengan
yang lainnya. Bisa saja Manajer Investasi atau Reksa Dana menerbitkan suatu angka
tersendiri, namun tentu tidak akan sinkron karena standar yang digunakan bisa
berbeda dengan Manajer Investasi yang lain. Tentunya Manajer Investasi akan
menampilkan angka yang menguntungkan bagi dirinya. Dalam ranah Manajemen
perusahaan, menurut saya istilah yang paling dekat dengan Unquantified Risk
adalah Good Corporate Governance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar